Minggu, 26 September 2010

INFORMASI KESEHATAN : ANTIBIOTIKA


MENGAPA MENGGUNAKAN ANTIBIOTIKA DENGAN DOSIS TERTENTU?     
Kata Antibiotika berasal dari bahasa latin Anti dan Bios. Anti disini berarti menghambat dan Bios berarti kehidupan. Tentunya bukan menghambat kehidupan manusia tapi jasad renik yang merupakan golongan mikroba. Istilah yang lebih luas adalah Antimikroba
Penicillin, sebagai antibiotika pertama yang ditemukan pada tahun 1928 oleh saintis Inggris Alexander Fleming, telah menyelamatkan jutaan orang. Berikutnya ditemukan antimikroba yang lain yakni Streptomycin, Tetrasiclin,Quinolone, Antifungal, Antiparasit dan yang terbaru adalah antiviral (sumber: WHO report 2000).
Dewasa ini terdapat lebih dari 150 senyawa antibiotika baik yang sudah dipasarkan, maupun yang masih diteliti dan dikembangkan. Dibutuhkan dana sekitar  US$ 500 juta untuk melakukan riset dan pengembangan untuk 1 senyawa antibiotika saja.


Dari tahun ke tahun penggunaan antibiotika meningkat tajam. Menurut laporan Journal of the American Medical Association (JAMA), bila pada tahun 1985 sebanyak 6 juta dosis antibiotika diresepkan untuk kasus sinusitis (radang sinus), maka jumlah ini meningkat menjadi 13 juta dosis pada tahun 1992. Demikian juga antibiotika yang diresepkan untuk infeksi telinga, yang pada tahun 1985 berjumlah 15 juta dosis, maka jumlah ini meningkat menjadi 23 juta dosis pada tahun 1992.
KAPAN KITA HARUS MENGGUNAKAN ANTIBIOTIKA?   
Tentu tidak semua penyakit membutuhkan antibiotika untuk menyembuhkannya. Ketika pilek, bersin-bersin, hidung meler, tentu kita tidak membutuhkannya. Tapi ketika badan panas lebih dari sehari disertai batuk , sakit gigi atau diare misalnya ketika itulah kita membutuhkan antibiotika yang diserta analgetika (penghilang rasa sakit) dan antipiretika (penurun panas).
Kekeliruan yang sering terjadi di masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri (“self medication”) adalah dengan mudah menggunakan antibiotika pada keadaan yang tidak tepat, hal ini di tunjang dengan tingkat pengetahuan yang rendah tentang penyakit dan obatnya, serta kemudahan memperoleh antibiotika di pasaran serta harga yang relative terjangkau.
Pada kondisi pilek , bersin-bersin, hidung meler diatas yang dibutuhkan adalah istirahat dan minum yang cukup serta di bantu dengan pemberian  analgetika -  antipiretika ,dekongestan hidung dan antihistamin (paracetamol, Phenilpropanolamin – PPA dan CTM).
Pada kondisi yang bagaimana kita membutuhkan antibiotika?
Antibiotika merupakan kelompok obat untuk pemusnah mikroba di dalam tubuh, khususnya golongan bakteri. Sedangkan untuk pemusnah jamur dikenal sebagai antimikotika, sedangkan pemusnah virus disebut antiviral, seperti golongan acyclovir.
Selanjutnya tulisan ini lebih memfokuskan kerja antibiotika pada infeksi bakteri.
Tubuh kita dapat terinfeksi bakteri dari beberapa sebab; kontak dengan udara yang banyak bakteri pathogen, kontak dengan pasien yang sudah terinfeksi, dari makanan yang tidak higienis serta dari sebab-sebab lain.
Ciri utama kalau tubuh terinfeksi adalah temperatur tubuh akan naik diatas 370C. Hal ini disebabkan karena terjadi “pertempuran” antara sel darah putih (Leucosit) dengan bakteri yang menginfeksi. Bila temperatur tubuh diatas 370C selama lebih dari 24 jam, artinya sel darah putih tidak sanggup melawan bakteri yang masuk, artinya saat itulah dibutuhkan antibiotika untuk memusnahkan bakteri penginfeksi.
Tapi antibiotika manakah yang cocok ? Apabila diagnosa penyakit sudah di tegakkan oleh dokter, maka akan sangat mudah untuk  menentukan antibiotika yang cocok.
PENGELOMPOKAN ANTIBIOTIKA     
Ada Pengelompokan Antibiotika berdasarkan kerja, yaitu antibiotika spektrum sempit (“narrow spectrum”) yang bekerja spesifik terhadap bakteri tertentu dan antibiotika spektrum luas (“broad spectrum”) yang bekerja terhadap beberapa kelompok bakteri. Antibiotika “narrow spectrum”  (misal levofloksasin)  lebih mahal dan terbatas jenis generiknya serta lebih terbatas ketersediaan di pasaran. Sedangkan sebaliknya antibiotika “broad spectrum” (misal amoksisilin) harga lebih murah, banyak di pasaran , sangat mudah di peroleh, umumnya tersedia generiknya, dan sangat banyak merek dagang (“me too drug”).
Disamping itu juga dikenal pengelompokkan antibiotika berdasarkan lokasi kerja di tubuh, antara lain kelompok antibiotika untuk saluran napas bagian atas (ISPA), kelompok antibiotika saluran pencernaan, kelompok antibiotika untuk tuberculosis, kelompok antibiotika untuk saluran kemih dan lain-lain.
Jadi dalam pemilihan antibiotika selain ditentukan oleh jenis infeksi juga antibiotika kelompok mana yang akan digunakan, karena akan menentukan keefektifan pengobatan dan tingkat ekonomisnya. Artinya pemilihan antibiotika tidak sesederhana anggapan banyak pasien. Karena harus memperhatikan kondisi diatas, sebaliknya juga tidak rumit apabila diagnosa sudah di tegakkan.
Di Negara-negara maju antibiotika digunakan apabila sudah dilakukan pemeriksaan laboratorium (klinik), dalam hal ini kultur darah, sehingga antibiotika yang digunakan sangat akurat dan pengobatan sangat efektif, karena jenis kuman, jenis antibiotika dan tes kepekaan sudah diketahui dengan pasti.  
BAGAIMANA ANTIBIOTIKA HARUS DI GUNAKAN?                        
Dosis dan frekuensi minum antibiotika berbeda dengan obat lain yang non antibiotika. Hal ini disebabkan karena pada infeksi kuman kita “ berperang” atau “deal” dengan makhluk hidup juga yang berukuran mikro. Artinya “serangan” antibiotika terhadap infeksi harus dilakukan secara terus menerus , berkesinambungan dan dalam waktu minimal tertentu (“kuur”), bukan dengan “tembakan” yang sporadis. Artinya kalau frekuensi minum 3 kali sehari, maka antibiotika di minum setiap 8 jam sekali (24 jam  dibagi 3). Walaupun jatuh waktunya tengah malam, tetap harus di minum. Tapi kalau frekuensi minum 4 kali sehari, maka obat tersebut harus diminum setiap 6 jam sekali (24 jam  dibagi 4).
Hal lain yang harus diketahui adalah bahwa dosis atau takaran obat ditentukan oleh masa tubuh (bobot dalam kg). Tetapi dalam prakteknya untuk kepraktisan dosis lebih ditentukan oleh usia : bayi, anak-anak dan dewasa. Pada dasarnya dosis ini bersifat individual, yang artinya ditentukan oleh bobot tubuh. Usia yang sama bisa menggunakan dosis yang berbeda karena bobot tubuh berbeda. Misal pasien A usia 35 tahun berbobot 45 kg, sedangkan pasien B dengan usia 35 tahun juga tetapi berbobot 90 kg, maka dosis atau takaran obatnya pun akan berbeda pula. Kalau dipakai dosis seperti pasien A, tentunya pengobatan pasien B tidak akan efektif. Sehingga seringkali kita lihat di brosur antibiotika , dosis dari pabrik berupa misalnya 10mg /kg bobot tubuh.
Kedua hal diatas yaitu dosis atau takaran dan frekuensi minum seringkali tidak dipahami oleh banyak kalangan ternasuk penjelasan oleh dokter kepada pasien, apalagi oleh pasien yang mengobati diri sendiri (“self medication”).
EFEKTIVITAS DAN RESISTENSI  ANTIBIOTIKA
Apabila antibiotika yang dipakai cocok dengan infeksi (sesuai  diagnosa atau pemeriksaan lab) serta memenuhi lama pengobatan antibiotika (dikenal dengan nama “Kuur”, biasanya 5-7 hari), maka kuman akan mati dan pasien akan sembuh.
Apabila jenis antibiotika tidak tepat, apalagi dosis, frekuensi penggunaan dan lama pengobatan (“kuur”) juga tidak  tepat, maka akan terjadi dengan apa yang dinamakan resistensi atau ketidakpekaan antibiotika, artinya kuman tidak mati secara total, pasien tetap terinfeksi dan tetap sakit, sehingga dibutuhkan dosis yang lebih tinggi dengan antibiotika yang sama atau di gunakan antibiotika yang lebih spesifik (“narrow spectrum”).
Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2000, secara global tingkat resistensi sampai 60%, sementara tingkat resistensi di Belanda sekitar 1% dan di Amerika serikat sekitar 25%. Terdapat sekitar 14.000 orang terinfeksi dan meninggal setiap tahun akibat resistensi antibiotika di Amerika Serikat.
Jelaslah bahwa antibiotika adalah pembunuh kuman, yang apabila jenis, dosis / takaran, frekuensi minum memenuhi syarat serta lama terapi mencukupi minimal 5 hari, maka pengobatan akan efektif. Tetapi apabila factor-faktor ini tidak diperhatikan maka akan timbul resistensi atau ketidakpekaan, yang menyebabkan waktu pengobatan akan lebih lama, pasien akan lambat sembuh, serta akan timbul kerugian-kerugian lain seperti : waktu produktif yang terbuang, lebih lama opname / berobat jalan , biaya pengobatan yang membengkak dan lain-lain . Sehingga diperlukan kecermatan dari dokter dan kehati-hatian serta ketelitian dari pasien dan keluarganya.
ooOOoo
Catatan: Tulisan ini ditulis oleh Pharmacist sebagai kontribusi untuk mengedukasi masyarakat  tentang obat dan pengobatan serta bagian dari beberapa tulisan dengan topik berbeda.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar